Recent Posts

@baca2yuk@baca2yuk@baca2yuk@baca2yuk@baca2yuk@baca2yuk

Minggu, 30 Desember 2012

Hidup adalah sebuah salinan dan kemudian Anda dihapus


Dalam artikel berjudul "Life is a sim and then you're deleted" [Hidup adalah sebuah salinan dan kemudian Anda dihapus] yang disajikan New Scientist edisi 27, Michael Brooks menyatakan bahwa kita mungkin saja hidup di dunia maya yang tidak berbeda dengan yang ada dalam film Matrix. Anda bisa jadi sudah berada dalam simulasi komputer raksasa. Sudah pasti Anda berpendapat bahwa film The Matrix adalah khayalan. Tetapi itu hanya karena Anda dibuat untuk berpikiran seperti itu.

Sang penulis, Brooks, mendukung pandangannya dengan menukil filsuf Nick Bostrom dari Universitas Yale, yang meyakini bahwa film-film Hollywood tersebut jauh lebih mendekati kenyataan daripada apa yang kita sadari. Ia pun melakukan perhitungan bahwa terdapat peluang kemungkinan bahwa kita sedang hidup dalam sebuah dunia tiruan atau maya sebagaimana yang ditayangkan oleh beberapa film.



Kenyataan ilmiah, yang dipahami jauh dengan baik dalam beberapa tahun belakangan, menunjukkan bahwa kita tidak berhubungan atau bersinggungan langsung dengan wujud materi itu sendiri. Hal ini telah menyebabkan manusia untuk merenung secara lebih mendalam. Perkembangan ini, yang seringkali menjadi ilham bagi sejumlah film, menunjukkan bahwa lingkungan maya menciptakan salinan kenyataan yang sedemikian nyata sehingga manusia mampu terkecoh dengan gambar atau bayangan yang tidak nyata ini.

Filsafat materialisme telah ada sepanjang sejarah. Para penganutnya berpijak pada keberadaan materi yang dianggap mutlak sembari mengingkari keberadaan Tuhan, yang menciptakan mereka dari ketiadaan dan juga menciptakan bagi mereka alam semesta yang mereka huni. Akan tetapi bukti yang jelas tersebut tidak lagi menyisakan ruang perdebatan. Dengan demikian, materi yang mereka jadikan landasan hidup, pemikiran, kebanggaan dan pengingkaran mereka, telah sirna. Karena, melalui penelitian mereka sendiri, para ilmuwan menemukan bahwa segala sesuatu yang mereka saksikan bukanlah materi itu sendiri, melainkan salinan atau gambar yang terbentuk di dalam otak. Dan dengan demikian, mereka sendiri telah meruntuhkan keyakinan materialis mereka.

Seperti apa yang pernah diucapkan Albert Einstein, bahwa apa yang kita sebut kenyataan adalah ilusi, meskipun berlangsung terus menerus. Atau dalam kalimat Ibnu Arabi: "Kosmos berdiri di antara alam dan al Haqq, dan antara wujud dan non eksisteni. Ia bukan murni wujud dan bukan murni non-eksistensi. Maka dari itu kosmos sepenuhnya tipuan, dan kalian membayangkan bahwa ini al Haqq, namun sebetulnya bukan al Haqq. Dan kalian membayangkan bahwa ini makhluk, namun ini bukan makhluk" 
Beberapa hal dapat dengan mudah dapat dicerna, namun lebih banyak lagi yang merupakan bahasa metafora karena susahnya menuliskan realitas yang sesungguhnya. Mungkinkah kesulitan ini karena keterbatasan bahasa manusia atau keterbatasan kemampuan logis manusia?

Kita biarkan pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang tidak terjawab, namun mengikuti “semangat teori Kuantum” yang maju terus memberikan kontribusi penting pada peradaban manusia meskipun telah meninggalkan Einstein dalam kegelisahan interpretasi.

Sudah beratus-ratus tahun terbukti secara empiris bahwa para sufi mampu menggunakan suatu jenis energi metafisik yang berasal dari Yang Maha Kuasa untuk berbagai keperluan seperti melakukan teleportasi dan berada di lebih satu tempat sekaligus. Para sufi memperoleh kemampuannya dengan sepenuhnya melakukan kepasrahan kepada Yang Maha Suci. Kini para fisikawan dan para sufi dapat melakukan penjelasan hal ini karena memang dimungkinkan dalam teori Kuantum bahwa kesadaran dapat memengaruhi materi (mind over matter).
Hal ini hanya merupakan salah satu contoh manfaat real untuk kemanusiaan. Masih banyak lagi yang serba mungkin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar